I.
RISIKO BISNIS DAN RISIKO KEUANGAN
Risiko dari sudut
pandang investor perorangan
dibedakan antara risiko berdiri sendiri (risk on a stand alone basis) dan risiko
dalam konteks portfolio (risk in a portfolio
context).
Dalam konteks portfolio, risiko suatu aktiva dibagi: risiko yang dapat
didiversifikasi (diversifiable risk)
dan risiko pasar (market risk).
Dimensi lain risiko yaiturisiko bisnis dan risiko keuangan.
a.
Risiko bisnis (business risk)
Tingkat risiko dari
aktiva perusahaan jika tidak menggunakan utang. Risiko
yang berkaitan dengan proyeksi tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) dari suatu perusahaan di masa mendatang.Risiko
bisnis antar industri dan antar perusahaan dalam industri yang sama adalah
berbeda-beda. Risiko
bisnis tergantung pada faktor:
1)
Variabilitas permintaan (unit yang
terjual)
2)
Variabilitas harga jual
3)
Variblitas harga masukan
4)
Kemampuan untuk menyesuaikan harga
keluaran terhadap perubahan harga masukan
5)
Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap. Jika sebagian besar dari total
biaya perusahaan adalah biaya tetap, perusahaan itu dikatakan mempunyai
leverage operasi (operating leverage)
yang tinggi. Semakin besar leverage operasi, semakin besar risiko bisnis.
b.
Risiko keuangan (financial risk)
Leverage keuangan (financial
leverage) mengacu pada penggunaan sekuritas
berpenghasilan tetap (utang dan saham preferen). Risiko keuangan (financial risk)
merupakan kenaikan risiko pemegang saham, yang melebihi risiko bisnis dasar
sebagai akibat dari penggunaan leverage keuangan. Pembiayaan
dengan utang umumnya akan meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan
untuk suatu investasi, tetapi utang juga meningkatkan tingkat risiko investasi
bagi pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham biasa.
II.
TEORI-TEORI
STRUKTUR MODAL
Franco
Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal. Pada tahun
1958, dalam American Economic Review 48 (1958, June) yang berjudul The
Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka
mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin
terjadi, akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan
menentukan bauran pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar.
Asumsi-asumsi yang mendasari adalah:
a. Semua
aktiva berujud dimiliki oleh perusahaan.
b. Pasar
modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya
kebangkrutan).
c. Perusahaan
hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisiko dan
hutang bebas (tanpa) risiko.
d. Individu
maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat suku
bunga bebas risiko.
e. Para
investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan
perusahaan di masa mendatang.
f. Semua
perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan perpetual,
dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen).
g. Semua
perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan kembalian
saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.
Berdasarkan
asumsi-asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang (unlevered
firm) sama persis dengan perusahaan yang menggunakan hutang (levered
firm). Dengan
kata lain, nilai perusahaan bergantung pada bagaimana bisnis itu dijalankan dan
tidak pada bagaimana uang itu diperoleh.
Efek Pajak
MM menerbitkan makalah
lanjutan pada tahun 1963 yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan.
Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban,
tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak boleh dikurangkan.
Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan utang dalam
struktur modal mereka.
Akan tetapi kesimpulan ini
diubah beberapa tahun kemudian oleh Merton Miler (kali ini tanpa Modigliani)
ketika ia membahas efek dari pajak perorangan. Bila ditimbang, pengembalian
atas saham biasa dikenakan pajak dengan tarif efektif yang lebih rendah
daripada pengembalian atas utang.
Karena situasi pajak ini,
Miller berpendapat bahwa investor bersedia menerima pengembalian atas saham
sebelum pajak yang relatif rendah dibandingkan dengan pengembalian atas
obligasi sebelum pajak.
Jadi, seperti yang dikemukakan
Miller,
1)
dapat
dikurangkannya bunga untuk tujuan pajak menguntungkan penggunaan pembiayaan
dengan utang, tetapi
2)
perlakuan
pajak yang lebih menguntungkan atas pengembalian atas penghasilan dari saham
menurunkan tingkat pengembalian yang disyaratkan pada saham, dan dengan
demikian menguntungkan penggunaan pembelanjaan dengan ekuitas.
Efek Kebangkrutan
Hasil MM yang tidak relevan
juga tergantung pada asumsi bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun, dalam
praktek kebangkrutan bisa sangat mahal. Perusahaan yang bangkrut mempunyai
biaya hukum dan akuntansi yang sangat tinggi, dan mereka juga sulit untuk
menahan pelanggan, pemasok dan pelanggan. Bahkan, kebangkrutan sering memaksa
suatu perusahaan untuk melikuidasi hartanya dengan harga dibawah harga
seandainya mereka masih terus beroperasi. Ancaman kebangkrutan bukan hanya
kebangkrutan itu sendiri, tetapi juga berbagai masalah yang ditimbulkannya.
Masalah yang terkait dengan
kebangkrutan cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak
utang pada struktur modalnya. Karena itu biaya kebangkrutan menghalangi
perusahaan untuk menggunakan utang yang berlebihan.
Biaya yang terkait
kebangkrutan mempunyai dua komponen:
1)
probabilitas
terjadinya
2)
biaya-biaya
yang akan timbul bila kesulitan keuangan telah muncul
Perusahaan yang labanya
lebih labil, bila semua hal lainnya sama, menghadapi peluang kebangkrutan yang
lebih besar, sehingga harus menggunakan lebih sedikit utang.
1. Teori-teori
Trade-off
Struktur
modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan: bertambahnya penggunaan
hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain, pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal
dari hutang
Manfaat pajak dari
penggunaan hutang diperoleh dari beban biaya bunga hutang yang dapat
diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak,
sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya.
Jadi, perusahaan seperti menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan
hutang untuk menambah modal.
Dengan adanya pajak
perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni: hutang merupakan
sumber modal yang lebih murah daripada ekuitas, dan biaya bunga menjadi elemen
pengurang pajak.
Menurut trade-off teory
yang diungkapkan oleh Myers (2001), “Perusahaan akan berhutang sampai pada
tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan
keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat
dari turunnya kredibilitas suatu
perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal
memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan dan biaya
kesulitan keuangan tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan
symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat
hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak mencapai jumlah yang maksimal
terhadap biaya kesulitan keuangan (costs
of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer
akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya
kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan
tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya
dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut
akan mengurangi pajak.
2.
Teori
Pengisyaratan
Teori ini didasarkan
pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi
perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya
diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada informasi yang
tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham.
Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan
mengalami
perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai
perusahaan berubah. Dengan kata lain, terjadi pertanda
atau sinyal (signaling). Stephen
A. Ross pada tahun 1977 dalam Bell Journal of Economics volume 8 dengan judul The Determinants of
Financial Structure: the Incentive Signaling Approach,
menyatakan bahwa ketika perusahaan menerbitkan utang baru, menjadi tanda atau sinyal bagi pemegang
saham dan investor potensial tentang prospek
perusahaan
di masa mendatang mengalami peningkatan.
Dasar pertimbangannya
adalah: penambahan hutang berarti keterbatasan arus kas dan biaya-biaya beban keuangan juga
meningkat, dan manajer hanya akan
menerbitkan
utang baru yang lebih banyak bila mereka yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya. Penelitian
lain memperlihatkan bahwa penerbitan
saham
baru akan menjurus pada tanggapan harga saham negatif, dan pembelian kembali saham yang beredar akan
menjurus pada tanggapan harga saham positif
(Siaw,
1999). Dasar pertimbangannya adalah: pemegang saham dan investor potensial menganggap penerbitan
saham baru merupakan cara manajer untuk
mengurangi
kepemilikannya atas perusahaan yang peruntungannya jelek (bad fortune),
sedangkan pembelian kembali saham yang beredar dianggap sebagai cara manajer untuk menikmati
kepemilikannya yang besar atas perusahaan yang peruntungannya
bagus (good fortune).
3.
Pecking
Order Theory
Menurut Myers (1984),
pecking order theory menyatakan bahwa ”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi
justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya
tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order
theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik
perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana.
Menurut pecking order theory, terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih
sumber pendanaan, yaitu:
a.
perusahaan lebih memilih untuk
menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan
eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan
dari kegiatan operasional perusahaan.
b.
Jika pendanaan eksternal diperlukan,
maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling
aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih
berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang
terakhir saham biasa.
c.
Terdapat kebijakan deviden yang konstan,
yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak
terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d.
Untuk mengantisipasi kekurangan
persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari
tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil
portofolio investasi yang lancar tersedia.
Pecking order theory
tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan
urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang
yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order
theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat
keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
III. MENENTUKAN
STRUKTUR MODAL YANG OPTIMAL
Bauran hutang dan
ekuitas untuk pendanaan perusahaan merupakan bahasan utama dari keputusan struktur modal
(capital structure decision). Bauran modal yang
efisien dapat menekan biaya modal (cost of capital), yang dapat meningkatkan kembalian ekonomi neto
dan meningkatkan nilai perusahaan.
Analisis EBIT/EPS
Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per
saham (EPS) dan karena itu juga mengakibatkan perubahan harga saham. Semakin
tinggi persentase utang, semakin tinggi risiko utang tersebut, sehingga semakin
tinggi suku bunga yang akan dibebankan oleh pemberi pinjaman. Dalam anailsis
EBIT/EPS diasumsikan bahwa leverage keuangan tidak mempengaruhi penjualan dan
biaya operasi, maka EBIT akan sama pada berbagai jumlah utang. Selanjutnya
bunga dan utang dihitung untuk mendapatkan laba bersih, lalu laba bersih dibagi
dengan jumlah saham yang beredar untuk mendapatkan EPS.
Pengaruh struktur modal terhadap harga saham dan biaya
modal
Struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang memaksimumkan
harga saham perusahaan, dan ini memerlukan rasio utang yang lebih rendah
daripada rasio utang yang memaksimumkan EPS.
Perusahaan dengan laba yang tinggi mampu membayar deviden yang lebih
tinggi, jadi selama tingkat utang yang lebih tinggi menaikkan laba per lembar
saham yang diharapkan, leverage bekerja mengungkit harga saham. Namun tingkat
utang yang lebih tinggi juga meningkatkan risiko perusahaan, yang menaikkan
biaya ekuitas dan selanjutnya menurunkan harga saham.
Analisis Likuiditas Dan Arus Kas
Ada sejumlah kesulitan praktis sehubungan dengan jenis analisis yang
telah diuraikan sejauh ini, yaitu:
1.
Pada
dasarnya tidak mungkin menentukan secara pasti bagaimana rasio P/E (harga/laba)
atau tingkat kapitalisasi ekuitas (nilai-nilai ks) dipengaruhi oleh
tingkat keuangan yang berbeda-beda. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah
membuat dugaan terarah mengenai hubungan ini.
2.
Para
manajer suatu perusahaan mungkin lebih atau kurang konservatif daripada
pemegang saham rata-rata, sehingga mungkin saja manajemen menetapkan target
struktur modal yang berbeda dari yang memaksimumkan harga saham.
3.
Manajer
perusahaan besar, khususnya yang memberikan pelayana vital seperti listrik dan
telepon, bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan yang berkelanjutan,
karena itu mereka harus menghindari penggunaan leverage yang membahayakan
kelangsungan jangka panjang perusahaan.
Karena semua hal tersebut, para manajer
memperhatikan secara serius pengaruh leverage keuangan terhadap risiko
kebangkrutan, sehingga analisis atas faktor ini merupakan masukan penting dalam
semua keputusan yang menyangkut
struktur modal. Dengan demikian manajemen memberikan bobot yang tinggi kepada
indikator kekuatan keuangan perusahaan seperti kemampuan membayar bunga (times
interest earned/TIE). Makin rendah rasio ini, makin tinggi probabilitas
perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya dan bangkrut.
TIE: sebuah rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar suku bunga obligasi tahunannya,
yang dihitung dengan membagi pendapatan sebelum bunga dan pajak (TIE = EBIT /
I)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN STRUKTUR MODAL
1.
Stabilitas
penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannnya tidak stabil.
2.
Struktur
aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit
cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat
digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva
yang hanya dapat digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk
dijadikan jaminan.
3.
Leverage
operasi. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang
lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia
akan mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil.
4.
Tingkat
pertumbuhan. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat
harus lebih banyak menggunakan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya
pengambangan untuk penjualan saham biasa jauh lebih besar daripada biaya untuk
penerbitan surat utang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan
utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat sering
menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi
keinginannya untuk menggunakan utang.
5.
Profitabilitas.
Seringkali pengamatan menunjukan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian
yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Meskipun tidak
ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan pratis atas
kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang sangat menguntungkan seperti Intel,
Microsoft dan Coca-Cola memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang.
Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan mereka untu membiayai sebagian
besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal.
6.
Pajak.
Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaanyang terkena tarif pajak
yang tinggi. Karena itu makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar
manfaat penggunaan utang.
7.
Pengendalian.
Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat
mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak untuk
mengendalikan perusaahaan tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli
saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru. Di
lain pihak, manajemen memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi
keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa
perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut,
para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu
kecil mereka akan menghadapi risiko pengambilalihan.
8.
Sikap
manajemen. Karena tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang
satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal yang
lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal
yang tepat.
9.
Sikap
pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat. Tanpa memperhatikan analisis
para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka,
sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi
keputusan struktur keuangan.
10. Kondisi pasar. Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami
perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat berpengaruh terhadap struktur
modal perusahaan yang optimal.
11. Kondisi internal perusahaan. Kondisi internal
perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkan. Misalnya,
andaikan suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbangnya, dan
perusahaan tersebut meramalkan laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun,
kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin
dalam harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham, ia lebih
menyukai pembiayaan dengan utang sampai keuntungan ini terealisasi dan
tercermin pada harga saham.
12. Fleksibilitas keuangan, atau kemampuan menambah modal
dengan jumlah yang wajar dalam keadaan yang memburuk.
IV. STRUKTUR
MODAL YANG DITARGETKAN
Pertama-tama perusahaan harus menganalisis beberapa faktor, kemudian
menetapkan struktur modal yang ditargetkan (target
capital stucture). Target bisa berubah sewaktu-waktu
sesuai kondisi, tapi manajemen harus mempunyai gambaran target struktur modal
yang spesifik setiap saat. Jika rasio utang yang sesungguhnya berada di bawah
target, ekspansi modal mungkin perlu dilakukan dengan menggunakan pinjaman, sementara jika rasio utang sudah melampaui target
saham mungkin perlu digunakan.
Kebijakan struktur
modal melibatkan perimbangan (trade off) antara tingkat risiko dan tingkat
pengembalian:
-
Menggunakan
lebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang saham.
-
Menggunakan
lebih banyak utang juga memperbersat tingkat pengembalian yang diharapkan.
Meningkatnya
risiko cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya tingkat pengembalian (expected rate of return) akan menaikkan
harga saham tersebut.
Struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian
yang memaksimalkan harga saham.
Empat faktor yang
mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu:
1.
Risiko bisnis
2.
Posisi pajak
3.
Fleksibilitas keuangan
4.
Konservatisme atau agresivitas manajemen
saya mau tanya, risiko apa saja yg berkaitan lgsung dengan struktur modal
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
HapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
risiko yang berkaitan langsung dengan struktur modal adalah risiko keuangan, karena risiko keuangan timbul akibat penggunaan utang. perusahaan yang tidak menggunakan utang tidak memiliki risiko keuangan, hanya risiko bisnis.
BalasHapusTeori trade off menyatakan bahwa penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan sampai pada tingkat tertentu dimana penambahan utang diatas titik tersebut akan meningkatkan risiko kebangkrutan dan dapat menurunkan nilai perusahaan.
mau tanya donk leverage sama capital structure sama ga?? trus gimana cara leverage meningkatkan capital structure??
BalasHapusLalu bagaimana keputusan untuk menggunakan utang melibatkan risiko-versus-return trade-off ?
BalasHapusmohon penjelasannya
Yuk Coba Keberuntunganmu Setiap Hari... Join Disini Sekarang Kumpulan Berbagai Macam Permainan Taruhan Online Terbaik di Indonesia, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
BalasHapus